Minggu, 14 Oktober 2012

Pesepakbola professional merupakan pekerjaan impian. Publikasi dan bayaran yang besar membuat pekerjaan ini amat didambakan semua anak muda di seluruh dunia. Dengan tuntutan professional yang amat menantang, dimana pemain dituntut untuk selalu fit setiap hari pertandingan, maka pesepakbola professional pantas memperoleh pendekatan latihan yang professional pula. Hal ini haruslah didukung dengan program, pola dan struktur latihan yang sistematis dijalankan oleh pelatih sepakbola yang berkompeten. Sayangnya, kepelatihan sepakbola modern, terutama sector fisik kini justru dilanda oleh krisis identitas. Banyak klub-klub professional di Eropa justru menggunakan pendekatan latihan sepakbola yang keluar dari konteks permainan itu sendiri. Beberapa justru senang melakukan imitasi terhadap kesuksesan suatu metode yang digunakan oleh cabang olahraga lain. Membuat latihan fisik menjadi semakin keluar dari karakter permainan sepakbola dan menyebabkan penampilan tidak maksimal berujung cedera. Pendekatan Sepakbola Problem terbesar ialah kebanyakan praktisi fisik di dunia sepakbola berpikir dengan konsep “more is better”, utamanya dalam hal jumlah sesi latihan. Kemudian praktisi fisik juga selalu berasumsi secara tradisional bahwa pemain harus mempersiapkan tubuhnya dulu sebelum mampu bermain sepakbola. Ini membuat latihan fisik di sepakbola menjadi rumit dan kompleks. Dunia kepelatihan sepakbola terkena invasi ilmuwan fisik yang selalu berusaha menjelaskan permainan sepakbola dengan terminology fisik. Untuk itu saya selalu berkata, “kembali ke dasar, yakni permainan sepakbola itu sendiri!!” Saya sungguh tidak mengerti bagaimana 10 klub yang memiliki 10 pelatih fisik yang berbeda , dapat memiliki 10 metode latihan fisik yang berbeda. Obyek yang dilatih adalah sama yaitu pesepakbola dengan permainan dan aturan main yang sama. Ini membuat pesepakbola professional menjadi korban subyektifitas pelatih. Dimana sekali lagi bentuk latihan fisiknya tidak spesifik sepakbola dan celakanya merupakan imitasi dari cabang olahraga atletik, hoki, dll. Pengalaman perdana saya menjadi pelatih fisik Korea Selatan membantu Guus Hiddink memberikan kesan tersendiri. Awalnya saya sempat bertanya pada Hiddink bahwa kehadiran saya tidak diperlukan lagi, mengingat pemain Korsel tampak bugar dan tampil dengan intensitas amat tinggi. “Kamu bersabar dan lihatlah dalam pertandingan persahabatan esok,” ujarnya santai. Analisa Hiddink tepat, Korsel mampu tampil intensitas tinggi dengan banyak gerak sepakbola eksplosif hanya selama 60 menit. Sisanya, mereka kelelahan dan intensitas mereka menurun jauh. Jika Hiddink membawa seorang praktisi fisik tradisional, maka jelas analisanya adalah Korsel perlu meningkatkan aerobic capacity. Untuk itu tim harus banyak melakukan lari jarak jauh dalam waktu tempuh yang lama. Analisa saya lebih spesifik, yakni Korsel tidak mampu mempertahankan intesifitas permainan dengan banyak gerak eksplosif selama 90 menit. Konsekuensinya tentu saja, tim harus bermain dalam area lapangan yang luas dengan blok waktu yang panjang. “Lari adalah untuk pelari, sepakbola adalah untuk pesepakbola!!” Korsel memulainya dengan game besar dalam blok 10 menit. Meningkat dari empat, lima hingga 6 blok 10 menit. Sebelum puncaknya tim bermain selama 90 menit dengan intensitas dan frekuensi gerak eksplosif yang sama. Pemain dirangsang secara perlahan-lahan untuk terus melakukan gerak eksplosif, sehingga tanpa sadar intensitas latihan juga meningkat dengan sendirinya. Sangat logis, bila seorang pelatih menginginkan suatu gaya bermain tertentu secara lebih lama, maka pelaith fisik hanya perlu melatih dengan metode bermain dengan gaya tersebut secara lebih pula. Kuncinya Kesegaran Kemudian aspek fisik sepakbola lain yang amat penting adalah eksplosivitas gerak. Seluruh momen-momen penting dalam pertandingan sepakbola merupakan hasil dari gerak eksplosif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sepakbola adalah intensity sport bukan endurance sport. Pada endurance sport, anda membutuhkan frekuensi dan durasi sesi latihan yang lebih, sedangkan di intensity sport, kita harus memfokuskan pada kualitas sesi latihan. Berdasarkan logika tersebut, jika anda ingin meningkatkan eksplosivitas gerak, maka kelelahan adalah musuh utama. Untuk menghindari kelelahan, pemain harus selalu segar. Untuk itu motto yang dikedepankan adalah less is more. Satu-satunya cara untuk meningkatkan kondisi fisik sepakbola adalah dengan latihan berkualitas, bukan latihan lebih sering. Kasus Arjen Robben bisa menjadi evaluasi bagi para pelatih. Selama tiga tahun karirnya di Chelsea, Robben selalu bergelut dengan cedera. Staf kepelatihan di Chelsea dengan sinis menyebutnya sebagai pemain pecah-belah, akibat terlalu seringnya Robben mengalami cedera. Di Bayern Munich, Robben mengalama musim lalu yang fantastis dengan memenangkan Bundesliga. Salut pada staf kepelatihan Munich yang mengurangi vokume latihan Robben sampai dengan lima puluh persen. Arjen Robben, Robin Van Persie, dan Craig Bellamy adalah pemain yang dapat dikategorikan over explosive. Setiap mereka melakukan gerakan eksplosif, ia mengeluarkan energi yang lebih besar dibanding pemain pada umumnya. Apabila pemain semacam ini berlatih dengan volume sama seperti pemain pada umumnya, tentunya energi yang dikeluarkan akan dua kali lebih banyak. Artinya dengan volume latihan normal pemain over explosive akan mengalami kelelahan luar biasa. Saat pemain lelah, tingkat koordinasi akan menurun drastis. Sinyal perintah dari otak ke tubuh juga akan melambat. Artinya bila sinyal perintah tiba sepersekian detik lebih lambat, maka bisa saja pemain akan melakukan gerak eksplosif dengan kondisi lutut tidak terproteksi dengan baik. Hasilnya, cedera ligamen lutut berkepanjangan!! Hasil riset yang dilakukan pada klub Liga Inggris, di bulan Desember 2010 ini tercatat 108 pemain mengalami cedera. Ini berarti rata-rata setiap klub memiliki 5,4 pemain yang mengalami cedera dari skuad 25 pemain yang dimiliki. Aston Villa dan Tottenham memiliki rekor terhebat dengan 11 pemain dalam daftar cedera. Arsenal menjadi penantang berikutnya dengan 9 pemain cedera. Mereka baru saja kehilangan Kieron Gibbs akibat cedera ankle. Robin Van Persie juga memiliki rekam jejak cedera otot yang terjadi setiap dirinya menjalani beberapa pertandingan. Sebagian cedera akibat dari permainan atau tackling keras, tetapi kebanyakan merupakan cedera otot akibat kelelahan dan pendekatan fisik tradisional yang senantiasa mengedepankan kuantitas ketimbang kuantitas. Istirahat Setelah Turnamen Besar Pelatih fisik harus memahami karakteristik permainan sepakbola. Setiap latihan harus berangkat dari permainan itu sendiri, dikombinasikan dengan karakteristif fisik pemain secara individu. Usia, komposisi tubuh, jejak rekam cedera, riwayat kompetisi merupakan pertimbangan pelatih untuk membuat program latihan fisik sepakbola. Periodisasi individu haruslah eksis di dalam periodisasi tim. Rafael Van Der Vaart menjadi salah satu pemain yang menurut saya harus menjalani periodisasi individu. Terlalu arogan apabila staf kepelatihan Spurs menyebut dirinya kurang bugar. Van Der Vaart mengalami musim berkepanjangan sampai dengan final Piala Dunia 2010. Pasca Piala Dunia, ia masih amat bugar, hanya saja ia tidak segar akibat kelelahan. Pemain yang baru saja mengikuti turnamen besar tidak memiliki waktu istirahat yang banyak. Untuk itu pelatih fisik sepakbola harus menyiapkan periodisasi individu bagi pemain ini. Mereka tidak membutuhkan latihan fisik selama pre season. Latihan fisik di pre season dalam kondisi lelah akan berujung pada menurunnya tingkat koordinasi dan mengarah pada cedera. Mereka membutuhkan peningkatan kesegaran yaitu hanya latihan satu kali per hari, tiga kali per minggu, tanpa ada latihan fisik. Saya menggunakan pendekatan ini sejak menjadi pelatih fisik Barcelona bersama Frank Rijkaard. Hasilnya amat luar biasa. Pemain yang awalnya khawatir dengan kebijakan ini, karena mereka merasa mendapat porsi lebih sedikit dari pemain lain, pada akhirnya mulai menikmatinya. Mereka merasa menjadi lebih segar dan lebih cepat kembali ke performa semula. Timpun bisa terbebas dari cedera. Mudah-mudahan ke depannya, media mampu tampil lebih kritis mempertanyakan badai cedera yang menyergap suatu tim. Sudah bukan saatnya lagi seorang pelatih yang mengalami episode buruk mengkambing hitamkan cedera. Alasan banyaknya cedera pemain terlihat elegan, karena berarti pelatih tidak mampu mengeluarkan taktik terbaiknya. Di sisi lain, alasan itu amat memalukan dan tidak professional, karena pencegahan cedera juga menjadi bagian dari program pelatih. Terlebih pemain sebagai objek dari suatu program fisik sepakbola mempunyai hak untuk mendapat program peningkatan latihan yang lebih professional, dengan salah satu indikatornya adalah bebas cedera!! Raymond Verheijen Pelatih Fisik Timnas Belanda Euro 2000, 2004 Pelatih Fisik Timnas Korea Selatan Piala Dunia 2002, 2010 Direktur Akademi Feyenoord 2005-2009 Konsultan Fisik Federasi Sepakbola Rusia Konsultan Fisik Federasi Sepakbola Australia Pelatih Fisik FC Barcelona 2003-2006 Pelatih Fisik Manchester City 2009

Rabu, 03 Oktober 2012

pagi

BERI KEBIJAKAN BAGI MAHASISWA YANG KOS PAK POLISI

Pagi itu saya bangun sekitar jam 5 pagi, kegiatan di pagi itu saya lakukan seperti biasa.
saya membereskan tempat tidur,menyapu halaman kosan,mengepel,dan menanak nasi,serta mandi.
Biasalah kehidupan anak kos yang di beri jatah ortu pas-pasan harus pintar mengirit uang salah satunya menanak nasi sendiri.
          Saya sudah bepakaian lengkap dan bersiap kuliah,sebelum berangkat saya berfikir kampus saya dekat dan saya memutuskan untuk tidak membawa dompet yang di dalamnya terdapat surat-surat motor yang saya kendarai.
Di kampus saya belajar seperti biasa di fakulatas pendidikan olahraga dan kesehatan (FPOK) prodi pendidikan kepelatihan olahraga (PKO).

Siang itu saya pulang dan menuju parkiran.Saya bertemu dengan teman saya,dan teman saya meminta di antar ke tempat cuci motor.
Setelah itu saya dan teman saya mau mengantarkan kuci kosan teman saya ke ibu kos.
Sayang di jalan kami tidak melihat rambu di larang belok kanan,lantas kami pun di tilang.
Biasa kami pun di minta denda yang lumayan besar bagi kami yaitu 250 ribu,kami pun menawar di kurangi dan oleh polisi itu di berikan denda 100 ribu,.Tetapi saya melihat orang yang sama melanggar rambu lalu lintas seperti saya bahkan orang itu tidak memakai helm,tetapi oleh bapak polisi itu di biarkan.
Saya dengan tujuan menuntut keadilan mengadu kepada polisi itu,kenapa orang itu tidak di tangkap. Akan tetapi pak polisi itu MARAH DAN SAYA DI BILANG GOBLOK LALU POLISI ITU LANGSUNG MENULIS SURAT TILANG DAN MAU MENAHAN MOTOR SAYA. Saya panik dan menelepon orang tua,lalu orang tua saya bilang udah beri saja berapa yang dia minta.tapi saya tidak mau dengan alasan SAYA MENUNTUT KEADILAN TAPI MALAH DI BILANG GOBLOK OLEH PAK POLISI ITU. kemudian saya ngomong lagi dan pak polisi dengan muka melotot bilang"udah kamu bayar atau kamu ke pengadilan nanti,KAMU TUH MAHASISWA TAPI NGOMEN TERUS,MAU BAYAR ATAU MAU KE PNGADILAN,KALAU KAMU BAYAR DI SINI SAYA KASIHKAN MOTOR KAMU DAN BERES,ORANG DUITNYA JUGA UNTUK NEGARA".Tapi saya berpikiran masa iya uang itu untuk negara,dan pak polisi itu tidak melihat saya orang jauh terus ngekos dan di beri jajan yang pas-pasan,polisi itu minta 250 ribu,terus saya menjawab uang dari mana pa,saya ini jajan di jatah pa,kemudian pak polisi itu menjawab minta dong sama ortu kamu. TAPI SAYA YANG TIDAK MAU MENYUSAHKAN  ORTU,BERKATA DALAM HATI "APAKAH PAK POLISI INI TIDAK MERASAKAN MENCARI UANG ITU SUSAH, DAN APAKAH TIDAK PERNAH BERFIKIR BAHWA KITA ITU HARUS BELAJAR MANDIRI,SAYA HAMPIR NANGIS SAKING TIDAK MAU MENUSAHKAN ORTU DENGAN MEMINTA UANG TAMBAHAN.
Di kantong saya cuma ada uang 100ribu tapi polisi itu tidak mau tahu hanya ingin 250ribu.kemudian saya memutuskan untuk sidang saja nanti,kemudian saya lantas bergegas naik angkot karena motor saya di tahan,tetapi sebelum naik angkot saya di panggil oleh pak polisi yang satunya dan ditawari 150 ribu,karena dia bilang agar pak polisi tidak nombok  terlalu besar ,tapi saya jawab jatah bulan ini cuma 100ribu lgi pa bukanya saya tidak mau membayar,akhirnya pak polisi itu menyetujui hal tersebut.

HARAPAN SAYA POLISI BISA MELIHAT SIAPA YANG DI TILANGNYA SEMUA ORANG TIDAK PUNYA BANYAK UANG PAK TIDAK SEPERTI BAPAK YANG UNTUNG MENDAPAT UANG,APALAGI ANAK KOS,YANG JAJANNYA JUGA DI JATAH PER BULAN DAN JUGA ADA MAHASISWA YANG ORTUNYA TIDAK MAMPU,DAN DIA TERPAKSA MENCARI UANG SENDIRI.DAN JUGA KALAU MENILANG YA LAKUKAN DENGAN BAIK DAN BENAR,JANGAN SAMBIL BILANG GOBLOK SEGALA.TOLONGLAH DI PERHATIKAN

Selasa, 02 Oktober 2012

PERBEDAAN LOMPAT DAN LONCAT

Perbedaan Lompat dan Loncat Lompat : gerakan melompat yang diawali dengan menggunakan 1 kaki tumpuan, Contohnya : Lompat Tinggi, Lompat Jauh, dan lain sebagainya. lompat jauh Loncat : gerakan meloncat yang diawali dengan menggunakan 2 kaki tumpuan. Contohnya : Loncat Indah, Loncat Harimau dan lain sebagainya loncat indah

MAKALAH PERKEMBAGAN SERTA IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

SISTEM GERAK MANUSIA
Gerak
Salah satu ciri dari makhluk hidup adalah bergerak. Secara umum gerak dapat diartikan berpindah tempat atau perubahan posisi sebagian atau seluruh bagian dari tubuh makhluk hidup. Makhluk hidup akan bergerak bila aka impuls atau rangsangan yang mengenai sebagian atau  seluruh bagian tubuhnya.  Pada hewan dan manusia dapat mewakili pengertian gerak secara umum dan dapat dilihat dengan kasat mata/secara nyata. Gerak pada manusia dan hewan menggunakan alat gerak yang tersusun dalam sistem gerak.
Sedangkan untuk tumbuhan, gerak yang dilakukan tidak akan terlihat oleh kasat mata karena terjadi di dalam suatu organ atau sel tumbuhan. Dengan demikian tidak dapat disamakan arti gerak pada seluruh makhluk hidup. Gerak pada tumbuhan juga melibatkan alat gerak, tetapi alat gerak yang digunakan tergantung dari impuls atau rangsangan yang mengenai sel/jaringan/organ tumbuhan tersebut. Pembahasan gerak pada tumbuhan akan lebih rinci pada bab selanjutnya di semester yang akan datang.
Alat gerak
Alat-alat gerak yang digunakan pada manusia dan hewan ada 2 macam yaitu alat gerak pasif berupa tulang dan alat gerak aktif berupa otot. Kedua alat gerak ini akan bekerja sama dalam melakukan pergerakan sehingga membentuk suatu sistem yang disebut sistem gerak.
Tulang disebut alat gerak pasif karena tulang tidak dapat melakukan pergerakkannya sendiri. Tanpa adanya alat gerak aktif yang menempel pada tulang, maka tulang-tulang pada manusia dan hewan akan diam dan tidak dapat membentuk alat pergerakan yang sesungguhnya. Walaupun merupakan alat gerak pasif tetapi tulang mempunyai peranan yang besar dalam sistem gerak manusia dan hewan.
Otot disebut alat gerak aktif karena otot memiliki senyawa kimia yaitu protein aktin dan myosin yang bergabung menjadi satu membentuk aktomiosin. Dengan aktomiosin inilah otot dapat bergerak. Sehingga pada saat otot menempel pada tulang dan bergerak dengan otomatis tulang juga akan bergerak.
Dengan memiliki aktomiosin ini maka otot mempunyai sifat yang lentur/fleksibel dan mempunyai kemampuan untuk memendekkan serabut ototnya (pada saat kontraksi) dan memanjangkan serabut ototnya (pada saat relaksasi/kembali pada posisi semula)





Macam-Macam Organ Penyusun Sistem Gerak
http://118.96.151.46/kgi/konten_kgi/smp/smp/biologi/klas_8/3_Sistem%20Gerak%20pada%20Manusia/images/hal04.jpg
Fungsi Rangka Pada Manusia
Kerangka pada tubuh manusia memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu:
  1. Sebagai penegak tubuh
  2. Sebagai pembentuk tubuh
  3. Sebagai tempat melekatnya otot (otot rangka)
  4. Sebagai pelindung bagian tubuh yang penting
  5. Sebagai tempat pembentukkan sel darah merah
  6. Sebagai alat gerak pasif
Kerangka manusia dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu:
  1. Bagian Tengkorak
  2. Bagian Badan
  3. Bagian Anggota Gerak
1. Bagian Tengkorak (Kepala)
  • tersusun dari tulang pipih yang berfungsi sebagai tempat pembuatan sel-sel darah merah dan sel-sel darah putih.
  • terdiri dari:
http://118.96.151.46/kgi/konten_kgi/smp/smp/biologi/klas_8/3_Sistem%20Gerak%20pada%20Manusia/images/hal05.jpg
1 tulang dahi
2 tulang tapis
2 tulang hidung
2 tulang ubun-ubun
2 tulang pipi
2 tulang langit-langit
2 tulang baji
2 tulang pelipis
2 tulang air mata
2 tulang rahang atas
1 tulang lidah
1 tulang tengkorak
2 tulang rahang bawah
2. Bagian Badan
Bagian badan terbagi menjadi 5 kelompok, yaitu:
    1. Ruas-ruas tulang belakang (33 ruas)
http://118.96.151.46/kgi/konten_kgi/smp/smp/biologi/klas_8/3_Sistem%20Gerak%20pada%20Manusia/images/hal6a.jpg
    1. Tulang rusuk (12 pasang)http://118.96.151.46/kgi/konten_kgi/smp/smp/biologi/klas_8/3_Sistem%20Gerak%20pada%20Manusia/images/hal6b.jpg
    2.  
      • 7 pasang tulang rusuk sejati
      • 3 pasang tulang rusuk palsu
      • 2 pasang tulang rusuk melayang
    3. Tulang dada, terdiri dari:
      • tulang hulu
      • tulang badan
      • tulang pedang-pedangan
    4. Gelang bahu terdiri dari:
http://118.96.151.46/kgi/konten_kgi/smp/smp/biologi/klas_8/3_Sistem%20Gerak%20pada%20Manusia/images/hal07a.jpg
      • 2 tulang selangka (kiri dan kanan)
      • 2 tulang belikat (kiri dan kanan)
    1. Gelang panggul terdiri dari:
http://118.96.151.46/kgi/konten_kgi/smp/smp/biologi/klas_8/3_Sistem%20Gerak%20pada%20Manusia/images/hal07b.jpg

      • 2 tulang duduk (kiri dan kanan)
      • 2 tulang usus (kiri dan kanan)
      • 2 tulang kemaluan (kiri dan kanan)

3. Bagian Anggota Gerak
Anggota gerak dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
  1. anggota gerak atas terdiri dari:
http://118.96.151.46/kgi/konten_kgi/smp/smp/biologi/klas_8/3_Sistem%20Gerak%20pada%20Manusia/images/hal08.jpg
    • 2 tulang pengumpil
    • 2 tulang lengan atas
    • 2 tulang hasta
    • 16 tulang pergelangan tangan
    • 10 tulang telapak tangan
    • 28 ruas tulang jari tangan







  1. anggota gerak bawah (kaki kiri dan kanan) terdiri dari:
http://118.96.151.46/kgi/konten_kgi/smp/smp/biologi/klas_8/3_Sistem%20Gerak%20pada%20Manusia/images/hal09.jpg
    • 2 tulang paha
    • 2 tulang tempurung lutut
    • 2 tulang kering
    • 2 tulang betis
    • 14 tulang pergelangan kaki
    • 10 tulang telapak kaki
    • 28 ruas tulang jari kaki


Jumat, 28 September 2012

Makalah Perkembangan Peserta Didik

MAKALAH IMPLIKASI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK TERHADAP PENDIDIKAN IMPLIKASI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK TERHADAP PENDIDIKAN A. Pengertian Perkembangan Dalam kehidupan anak terdapat dua proses yang berjalan secara kontinyu, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan pada dasarnya merupakan perubahan, yakni perubahan menuju ke tahap yang lebih tinggi. Thonthowi (Desmita, 2008:5) mengartikan pertumbuhan sebagai perubahan jasad yang meningkat dalam ukuran (size) sebagai akibat dari adanya perbanyakan sel-sel. Sedangkan menurut Chaplin (Desmita, 2008:5), pertumbuhan adalah pertambahan atau kenaikan dalam ukuran bagian-bagian tubuh sebagai suatu keseluruhan. Senada dengan definisi tersebut, Sunarto dan Hartono (2006:35) menjelaskan bahwa pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis. Lebih jauh dijelaskan pula bahwa pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat dalam perjalanan waktu tertentu. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa istilah pertumbuhan dalam konteks perkembangan merujuk pada perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam ukuran dan struktur, seperti pertumbuhan badan, pertumbuhan kaki, jantung, dan sebagainya. Dengan demikian, tidak tepat apabila dikatakan pertumbuhan kecerdasan, pertumbuhan moral, pertumbuhan karier, dan lain-lain, sebab aspek-aspek tersebut merupakan perubahan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah. Adapun penjelasan yang lebih rinci tentang perubahan yang dimaksud sebagai perkembangan, disebutkan dalam Budiamin, dkk. (2009:2-3) yaitu: (1) perubahan yang berakar pada unsur biologis; (2) mencakup perubahan struktur maupun fungsi; (3) bersifat terpola, teratur, terorganisasi, dan dapat diprediksi; (4) meskipun bersifat terpola, perkembangan juga bisa bersifat unik bagi setiap individu; (5) terjadi secara bertahap dalam jangka waktu yang relatif lama; dan (6) berlangsung sepanjang hayat mulai dari masa konsepsi hingga meninggal dunia. Yusuf (2005:15) mengemukakan pengertian perkembangan, yaitu perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai akhir hayat. Sementara itu, Agustiani (2006:27) berpendapat bahwa dalam perspektif perkembangan sepanjang rentang kehidupan, perkembangan dilihat sebagai pola-pola ganda yang meliputi perubahan terhadap tingkah laku dan individu yang berbeda pada kurun waktu yang berbeda pula. Selanjutnya masih berkaitan dengan pendidikan, Santrock dan Yussen (Depdikbud, 1999:8) mengatakan bahwa perkembangan adalah pola perubahan individu yang berawal pada masa konsepsi dan terus berlanjut sepanjang hayat. Namun perlu diingat bahwa tidak setiap perubahan yang dialami individu itu merupakan perkembangan. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa per-kembangan merupakan pola perubahan yang dialami oleh individu baik dalam struktur maupun fungsi (fisik maupun psikis) menuju tingkat kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, berkesinambungan, dan ber-langsung sepanjang hayat. B. Pengertian Peserta Didik Manusia adalah makhluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang. Uraian tentang manusia dengan kedudukannya sebagai peserta didik, haruslah menempatkan manusia sebagai pribadi yang utuh. Sunarto dan Hartono (2006:2) beranggapan bahwa dalam kaitannya dengan kepentingan pendidikan, akan lebih ditekankan hakikat manusia sebagai kesatuan makhluk sosial, kesatuan jasmani dan rohani, dan makhluk Tuhan dengan menempatkan hidupnya di dunia sebagai persiapan untuk kehidupan di akhirat. Menurut kamus Echols dan Shadaly (Sunarto dan Hartono, 2006:2), individu adalah kata benda dari individual yang berarti orang atau perseorangan. Sedangkan dalam Webster’s yang masih dikutip oleh Sunarto dan Hartono (2006:2), individu berarti tidak dapat dibagi, tidak dapat dipisahkan, serta keberadaannya sebagai makhluk yang tunggal dan khas. Selanjutnya, dalam www.wikipedia.org dijelaskan lebih spesifik tentang peserta didik: Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu. Sesuai dengan kutipan-kutipan di atas, dapat dinyatakan bahwa peserta didik adalah individu dalam arti makhluk sosial dan makhluk yang berhubungan dengan Tuhan dalam kesatuan jasmani dan rohani, serta berada dalam suatu sistem pendidikan guna mengembangkan potensi dirinya dalam mencapai perkembangan yang diinginkan. C. Pengertian Pendidikan Pendidikan pada dasarnya merupakan sesuatu yang mutlak diperoleh oleh setiap individu sesuai dengan hak asasi manusia untuk keberlangsungan kehidupannya. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, oleh sebab itu banyak gagasan yang dikemukakan oleh para ahli tentang pendidikan. Dewey (Burhanuddin dan Sumiati, 2011:i) menyatakan, “education is not a preparation for life, but education is life itself.” Maksudnya, pendidikan bukanlah persiapan untuk kehidupan, namun pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Demikian Dewey menegaskan pemikirannya tentang pendidikan. Dengan demikian, menurutnya umur pendidikan sama dengan keberadaan manusia di muka bumi ini. Pendapat lain mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan mereka menuju ke arah kedewasaan agar berguna bagi diri sendiri dan masyarakat (Purwanto, 2006:8). Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) menjelaskan pula definisi pendidikan, yakni usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Demikian yang dikutip Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (2010:1). Lebih jauh Syah (2010:10) mengutip pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Selain defiisi-definisi pendidikan di atas, cobalah untuk berusaha memahami pandangan Burhanuddin dan Sumiati (2011:68) tentang pilar-pilar pendidikan menurut UNESCO (United Nation for Education, Scientific, and Cultural Organization), yaitu: (1) learning to know; (2) learning to do; (3) learning to be; dan (4) learning how to live together. Empat pilar pendidikan tersebut memberikan implikasi bahwa hasil pendidikan dewasa ini diarahkan untuk dapat menghasilkan manusia yang sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Berdasarkan pemikiran-pemikiran para ahli dan definisi secara yuridis tentang pendidikan seperti yang telah dikemukakan, dapat ditarik suatu kesimpulan. Pendidikan adalah proses perubahan pola perilaku individu guna mengetahui, melaksanakan, dan hidup bersama dengan manusia lainnya untuk menjadi manusia yang diharapkan, yakni manusia yang mengembangkan potensi dirinya menuju ke arah kedewasaan dalam kehidupannya. D. Implikasi Perkembangan Peserta Didik terhadap Pendidikan Manusia pada umumnya berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya. Perkembangan tersebut dimulai sejak masa konsepsi hingga akhir hayat. Ketika individu memasuki usia sekolah, yakni antara tujuh sampai dengan dua belas tahun, individu dimaksud sudah dapat disebut sebagai peserta didik yang akan berhubungan dengan proses pembelajaran dalam suatu sistem pendidikan. Cara pembelajaran yang diharapkan harus sesuai dengan tahapan per-kembangan anak, yakni memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) programnya disusun secara fleksibel dan tidak kaku serta memperhatikan perbedaan individual anak; (2) tidak dilakukan secara monoton, tetapi disajikan secara variatif melalui banyak aktivitas; dan (3) melibatkan penggunaan berbagai media dan sumber belajar sehingga memungkinkan anak terlibat secara penuh dengan menggunakan berbagai proses perkembangannya (Amin Budiamin, dkk., 2009:84). Aspek-aspek perkembangan peserta didik yang berimplikasi terhadap proses pendidikan akan diuraikan seperti di bawah ini. 1. Implikasi Perkembangan Biologis dan Perseptual Secara fisik, anak pada usia sekolah dasar memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kondisi fisik sebelum dan sesudahnya. Karakteristik perkembangan fisik ini perlu dipelajari dan dipahami karena akan memiliki implikasi tertentu bagi penyelenggaraan pendidikan. Menurut Budiamin, dkk. (2009:5) proses perkembangan biologis atau perkembangan fisik mencakup perubahan-perubahan dalam tubuh individu seperti pertumbuhan otak, otot, sistem syaraf, struktur tulang, hormon, organ-organ inderawi, dan sejenisnya. Termasuk juga di dalamnya perubahan dalam kemampuan fisik seperti perubahan dalam penglihatan, kekuatan otot, dan lain-lain. Pemikiran tersebut menuntut perlunya suatu penyelenggaraan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan fisik seperti yang telah diungkapkan. Dalam hal ini, Budiamin, dkk. (2009:84) juga berpendapat bahwa diperlukan suatu cara pembelajaran yang “hidup”, dalam arti memberikan banyak kesempatan kepada peserta didik untuk memfungsikan unsur-unsur fisiknya. Dengan kata lain, diperlukan suatu cara pembelajaran yang bersifat langsung. Cara pembelajaran seperti ini tidak saja akan memunculkan kegemaran belajar, tetapi juga akan memberikan banyak dampak positif. Anak usia sekolah dasar sudah lebih mampu mengontrol tubuhnya daripada anak usia sebelumnya. Kondisi demikian membuat anak SD dapat memberikan perhatian yang lebih lama terhadap kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Namun, perlu diingat bahwa kondisi fisik tersebut masih jauh dari matang dan masih terus berkembang. Fisik mereka masih memerlukan banyak gerak untuk peningkatan keterampilan motorik dan memenuhi kesenangan. Oleh karena itu, suatu prinsip praktek pendidikan yang penting bagi anak usia sekolah dasar yaitu mereka harus terlibat dalam kegiatan aktif daripada pasif. Selanjutnya Budiamin, dkk. (2009:78) mengemukakan bahwa perkembangan perseptual pada dasarnya merupakan proses pengenalan individu terhadap lingkungan. Semua informasi tentang lingkungan sampai kepada individu melalui alat-alat indera yang kemudian diteruskan melalui syaraf sensori ke bagian otak. Informasi tentang objek penglihatan diterima melalui mata, informasi tentang objek pendengaran diketahui melalui telinga, objek sentuhan melalui kulit, dan objek penciuman melalui hidung. Tanpa adanya alat-alat indera tersebut, otak manusia akan terasing dari dunia yang ada di sekitarnya. Kondisi perkembangan perseptual pun masih mengalami penajaman dan penghalusan. Aspek-aspek perseptual ini akan berkembang dengan baik jika dirangsang dan difungsikan melalui interaksi dengan lingkungan. Pemenuhan kebutuhan tersebut tentunya tidak bisa dilakukan hanya melalui pelajaran penjaskes yang mungkin hanya dilaksanakan seminggu sekali. Seiring dengan perkembangan motorik anak terhadap kegiatan pendidikan, Yusuf (2005:105) berpendapat bahwa pada anak sekolah dasar kelas awal tepat sekali diajarkan tentang hal-hal berikut: (1) dasar-dasar keterampilan menulis dan menggambar; (2) keterampilan berolahraga; (3) gerakan-gerakan permainan seperti meloncat dan berlari; (4) baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kedisiplinan; serta (5) gerakan-gerakan ibadah shalat. Selanjutnya masih berkaitan dengan perkembangan biologis dan perseptual anak usia sekolah dasar, Purwanto (2006:66) memaparkan bahwa suatu keadaan yang berbeda akan menimbulkan reaksi yang berbeda pula pada diri individu. Misalnya di dalam suatu kelas terdapat seorang anak yang berambut pirang karena pembawaan dari orang tuanya. Ada kalanya rambut pirang tersebut menimbulkan perasaan tidak puas atau perasaan rendah diri pada anak itu karena merasa berbeda dengan teman-temannya. Akan tetapi, mungkin juga rambut pirang itu akan menjadi suatu kebanggaan karena anak tersebut merasa unik. Di sinilah kita melihat bahwa perkembangan fisik peserta didik memegang peranan yang penting terhadap pendidikan. Dengan demikian, jelaslah bahwa perbedaan perkembangan fisik harus dihadapi dengan cara yang tepat oleh para pendidik. Meskipun tidak sepesat pada masa usia dini, perkembangan biologis maupun perseptual anak terus berlangsung. Pemahaman tentang karakteristik per-kembangan akhirnya membawa beberapa implikasi bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar. Implikasi-imlikasi dimaksud khususnya berkenaan dengan penyelenggaraan pembelajaran secara umum, pemeliharaan kesehatan dan nutrisi anak, pendidikan jasmani dan kesehatan, serta penciptaan lingkungan dan pembiasaan berperilaku sehat. 2. Implikasi Perkembangan Intelektual Perkembangan intelektual erat kaitannya dengan potensi otak manusia. Menurut Widiasmadi (2010:55), potensi otak manusia hanya tampak delapan persen sebagai pikiran sadar, sedangkan sisanya 92 persen disebut alam bawah sadar. Dari penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwa potensi otak manusia yang berkaitan dengan perkembangan intelektual hanya memuat delapan persen saja. Untuk itu, perkembangan intelektual pada peserta didik perlu dikembangkan. Proses perkembangan intelektual menurut pendapat Budiamin, dkk. (2009:5) melibatkan perubahan dalam kemampuan dan pola berpikir, kemahiran berbahasa, dan cara individu memperoleh pengetahuan dari lingkungannya. Aktivitas-aktivitas seperti mengamati dan mengklasifikasikan benda-benda, menyatukan beberapa kata menjadi satu kalimat, menghapal doa, memecahkan soal-soal matematika, dan menceritakan pengalaman kepada orang lain merupakan peran proses intelektual dalam perkembangan anak. Teori Piaget banyak digunakan dalam praktik pendidikan atau proses pembelajaran, meski teori ini bukanlah teori mengajar. Piaget (Budiamin, dkk., 2009:108) berpandangan bahwa: (1) pembelajaran tidak harus berpusat pada guru, tetapi berpusat pada peserta didik; (2) materi yang dipelajari harus menantang dan menarik minat belajar peserta didik; (3) pendidik dan peserta didik harus sama-sama terlibat dalam proses pembelajaran; (4) urutan bahan dan metode pembelajaran harus menjadi perhatian utama, karena akan sulit dipahami oleh peserta didik jika urutannya loncat-loncat; (5) guru harus memperhatikan tahapan perkembangan kognitif peserta didik dalam melakukan stimulasi pembelajaran; dan (6) pembelajaran hendaknya dibantu dengan benda-benda konkret pada anak sekolah dasar kelas awal. Pendapat lain mengatakan bahwa model pendidikan yang aktif adalah model yang tidak menunggu sampai peserta didik siap sendiri. Sekolah yang sebaiknya mengatur lingkungan belajar sedemikan rupa sehingga dapat memberi kemungkinan maksimal pada peserta didik untuk berinteraksi dalam proses pembelajaran. Dengan lingkungan yang penuh rangsangan untuk belajar, proses pembelajaran aktif akan terjadi sehingga mampu membawa peserta didik untuk maju ke tahap berikutnya. Dalam hal ini, pendidik hendaknya menyadari bahwa perkembangan intelektual anak berada di tangannya (Pristanto, 2011). Perkembangan intelektual pada anak usia sekolah dasar sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya. Perkembangan intelektual dan pengalaman belajar anak sangat erat kaitannya. Perkembangan intelektual peserta didik akan memfasilitasi kemampuan belajarnya. Peserta didik sudah dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, seperti membaca, menulis, dan berhitung. Dalam mengembangkan daya nalar, caranya dengan melatih peserta didik untuk mengungkapkan pendapat, gagasan, atau penilaiannya terhadap berbagai hal. Misalnya yang berkaitan dengan materi pelajaran, tata tertib sekolah, dan sebagainya. 3. Implikasi Perkembangan Bahasa Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dengan orang lain. Pada dasarnya bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya berupa bicara, melainkan juga dapat diwujudkan dengan tanda isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya yang memiliki aturan sendiri. Sangat luas sekali pengertian bahasa dalam menunjukkan suatu perkem-bangan. Oleh karena itu, salah satu tokoh psikologi yaitu Wundt (Baradja, 2005:179) mendasarkan teori bahasanya dengan aksioma paralel, yaitu gerakan-gerakan fisik merupakan pernyataan gerakan-gerakan psikis. Dengan demikian, terdapat hubungan yang paralel antara gejala batin dengan gejala luar. Apa yang terlihat dalam raut wajah dan tingkah laku akan menunjukkan suatu kebutuhan psikologis seseorang. Menurut Yusuf (2005:118), bahasa sangat erat kaitannya dengan perkem-bangan berpikir individu. Perkembangan pikiran individu tampak dalam perkembangan bahasanya, yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan. Yusuf pun menuturkan bahwa anak usia sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata. Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengarkan cerita yang bersifat kritis (tentang petualangan, riwayat pahlawan, dan lain-lain). Pada masa ini tingkat berpikir anak sudah lebih maju. Dia banyak menanyakan soal waktu dan sebab akibat. Misalnya, kata tanya yang semula digunakan hanya “apa”, sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan “di mana”, “mengapa”, “bagaimana”, dan sebagainya. Oleh sebab itu, pelajaran bahasa yang sengaja diberikan di sekolah dasar dapat menambah perbendaharaan kata peserta didik, melatih peserta didik menyusun struktur kalimat, peribahasa, kesusastraan, dan keterampilan mengarang. Selanjutnya masih berkaitan dengan bahasa, Budiamin, dkk. (2009:111) memperkirakan sekitar 50 bahasa isyarat digunakan di seluruh dunia. Penggunaan bahasa isyarat ini diduga mempengaruhi pemrosesan informasi dan belajar. Budiamin, dkk. (2009:117) kemudian memaparkan implikasi perkembangan bahasa pada peserta didik. Lihat pula Depdikbud (1999: 147). 1. Apabila kegiatan pembelajaran yang diciptakan bersifat efektif, maka perkembangan bahasa peserta didik dapat berjalan secara optimal. Sebaliknya apabila kegiatan pembelajaran berjalan kurang efektif, maka dapat diprediksi bahwa perkembangan bahasa peserta didik akan mengalami hambatan. 2. Bahasa adalah alat komunikasi yang paling efektif dalam pergaulan sosial. Jika ingin menghasilkan pembelajaran yang efektif untuk mendapatkan hasil pendidikan yang optimal, maka sangat diperlukan bahasa yang komunikatif dan memungkinkan peserta didik yang terlibat dalam interaksi pembelajaran dapat berperan secara aktif dan produktif. 3. Meskipun umumnya anak SD memiliki kemampuan potensial yang berbeda-beda, namun pemberian lingkungan yang kondusif bagi perkembangan bahasa sejak dini sangat diperlukan. 4. Implikasi Perkembangan Kreativitas Secara umum kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir dan bersikap tentang sesuatu dengan cara yang baru dan tidak biasa guna menghasilkan penyelesaian yang unik terhadap berbagai persoalan. Menurut pendapat Galdner (Depdikbud, 1999:88), kreativitas merupakan suatu aktivitas otak yang terorganisasikan, komprehensif, dan imajinatif tinggi untuk menghasilkan sesuatu yang orisinil. Oleh karena itu, kreativitas lebih dikatakan sebagai suatu yang lebih inovatif daripada reproduktif. Desmita dalam bukunya Psikologi Perkembangan (2008:176) memaparkan tentang perhatian para psikolog dan kalangan dunia pendidikan terhadap kreativitas sebagai salah satu aspek dari fungsi kognitif yang berperan dalam prestasi anak di sekolah, yang bermula dari pidato Guilford tahun 1950. Guilford dalam pidatonya menegaskan bahwa kreativitas perlu dikembangkan melalui jalur pendidikan guna mengembangkan potensi peserta didik secara utuh dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan seni. Menyadari posisi strategis kreativitas dalam kehidupan peserta didik, perlu dikemukakan berbagai upaya yang dapat mendukung pengembangan kreativitas terhadap pendidikan. Namun dalam kenyataannya, kreativitas bukanlah sesuatu yang diajarkan kepada peserta didik, melainkan hanya memungkinkan untuk dapat dimunculkan. Oleh sebab itu, Treffinger (Depdikbud, 1999:105) mengemukakan sejumlah pengalaman belajar yang dapat dikembangkan oleh pendidik agar mampu mendorong kreativitas peserta didik, khususnya dalam proses pembelajaran. Hal tersebut antara lain guru diharapkan dapat menyajikan materi pembelajaran, menyiapkan berbagai media, menggunakan pendekatan pembelajaran yang memungkinkan posisi peserta didik sebagai subjek daripada objek pembelajaran, serta mengadakan evaluasi yang tepat sehingga mampu mendukung pengembangan kreativitas peserta didik. 5. Implikasi Perkembangan Sosial Manusia menurut pembawaannya adalah makhluk sosial. Sejak dilahirkan, bayi sudah termasuk ke dalam masyarakat kecil yang disebut keluarga. Ketika kecil, mulanya anak-anak hanya mempunyai hak saja. Di dalam rumah tangga ia mempunyai hak untuk dipelihara dan dilindungi oleh orang tuanya. Namun, lama-kelamaan keadaan itu berubah. Anak-anak yang pada mulanya hanya mempunyai hak saja, berangsur-angsur mempunyai kewajiban. Lingkungan sosial merupakan pengaruh luar yang datang dari orang lain. Selain itu, yang termasuk lingkungan sosial ialah pendidikan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pendidikan adalah pengaruh-pengaruh yang disengaja dari anggota berbagai golongan tertentu, seperti pengaruh ayah, nenek, paman, dan guru-guru. Purwanto (2006:171) mengatakan bahwa tugas dan tujuan pendidikan sosial adalah: (1) mengajar anak-anak yang hanya mempunyai hak saja, menjadi manusia yang sadar akan kewajibannya terhadap bermacam-macam golongan dalam masyarakat; dan (2) membiasakan anak-anak mematuhi dan memenuhi kewajiban sebagai anggota masyarakat. Dalam menjalani kehidupannya sebagai makhluk sosial, senantiasa selalu tumbuh dalam diri seorang anak yang dimaksud dengan perkembangan sosial. Budiamin, dkk. (2009:123) berpandangan bahwa perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial yang erat kaitannya dengan pencapaian kemandirian. Sementara itu, Sunarto dan Hartono (2006:143) berpendapat bahwa perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antarmanusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia. Senada dengan kedua pendapat di atas, Yusuf (2005:122) mengemukakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, tradisi, atau meleburkan diri menjadi satu kesatuan yang saling berkomunikasi dan bekerja sama. Anak dilahirkan belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain, termasuk dengan teman sebaya. Berkat perkembangan social, seorang anak dapat menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitar. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan oleh pendidik dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik maupun pikiran. Tugas-tugas kelompok ini harus memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk menunjukkan prestasinya, tetapi juga diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan melaksanakan tugas kelompok, peserta didik dapat belajar tentang kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati, dan bertanggung jawab. Dilihat dari pemahaman terhadap aspek perkembangan sosial pada peserta didik, terdapat beberapa implikasi menurut Budiamin, dkk. (2009:128), yaitu: (1) untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyadari dan menghayati pengalaman sosialnya, dapat dilakukan aktivitas-aktivitas bermain peran yang ditindaklanjuti dengan pembahasan di antara mereka; (2) keberadaan teman sebaya bagi anak usia sekolah dasar merupakan hal yang sangat berarti, bukan saja sebagai sumber kesenangan bagi anak melainkan dapat membantu mengembangkan banyak aspek perkembangan anak. Ini mengimplikasikan perlunya aktivitas-aktivitas pendidikan yang memberikan banyak kesempatan kepada peserta didik untuk berdialog dengan sesamanya. 6. Implikasi Perkembangan Emosional Emosi menurut Sarwono (Yusuf, 2005:115) merupakan keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif, baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas. Baradja (2005:221) kemudian mengemukakan beberapa contoh tentang pengaruh emosi terhadap perilaku individu dalam pembelajaran, di antaranya: (1) memperkuat dan melemahkan semangat apabila timbul rasa senang atau kecewa atas hasil belajar yang dicapai; (2) menghambat konsentrasi belajar apabila sedang mengalami ketegangan emosi; (3) menggangu penyesuaian sosial apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati; dan (4) suasana emosional yang dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya di kemudian hari. Demikian pula Hurlock (1978:211) mengungkapkan secara jelas bahwa emosi mempengaruhi cara belajar anak, yaitu: (1) menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan; (2) reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan; (3) emosi merupakan suatu bentuk komunikasi; (4) emosi mewarnai pandangan anak; dan (5) emosi dapat menggangu aktivitas mental. Pendapat lain mengungkapkan bahwa emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif seperti perasaan senang, bersemangat, atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk berkonsentrasi terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan sebagainya (Yusuf, 2005:181). Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Yusuf, dapat diuraikan bahwa jika yang menyertai proses belajar itu emosi negatif seperti perasaan tidak senang dan kecewa, maka proses belajar akan mengalami hambatan, dalam arti peserta didik tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar sehingga kemungkinan besar akan mengalami kegagalan dalam belajarnya. Begitu pentingnya faktor perkembangan emosional dalam menentukan keberhasilan belajar peserta didik, Desmita (2008:173) mengutip pernyataan DePorter, Reardon, dan Singer-Nourie dalam buku mereka yang sangat terkenal Quantum Teaching: Orchestrating Student Success, yang menyarankan agar para pendidik memahami emosi para siswa. Memperhatikan dan memahami emosi siswa dapat membantu pendidik mempercepat proses pembelajaran yang lebih bermakna dan permanen. Memperhatikan dan memahami emosi siswa berarti membangun ikatan emosional dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar. Melalui kondisi belajar di maksud, para siswa akan lebih ikut serta dalam kegiatan sukarela yang berhubungan dengan bahan pelajaran. 7. Implikasi Perkembangan Moral Purwanto (2006:31) berpendapat, moral bukan hanya memiliki arti bertingkah laku sopan santun, bertindak dengan lemah lembut, dan berbakti kepada orang tua saja, melainkan lebih luas lagi dari itu. Selalu berkata jujur, bertindak konsekuen, bertanggung jawab, cinta bangsa dan sesama manusia, mengabdi kepada rakyat dan negara, berkemauan keras, berperasaan halus, dan sebagainya, termasuk pula ke dalam moral yang perlu dikembangkan dan ditanamkan dalam hati sanubari anak-anak. Adapun perkembangan moral menurut Santrock yaitu perkembangan yang berkaitan dengan aturan mengenai hal yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Desmita, 2008:149). Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, salah satunya melalui pendidikan langsung, seperti diungkapkan oleh Yusuf (2005:134). Pendidikan langsung yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar-salah atau baik-buruk oleh orang tua dan gurunya. Selanjutnya masih menurut Yusuf (2005:182), pada usia sekolah dasar anak sudah dapat mengikuti tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak dapat memahami alasan yang mendasari suatu bentuk perilaku dengan konsep baik-buruk. Misalnya, dia memandang bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orang tua merupakan suatu hal yang buruk. Sedangkan perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua merupakan suatu hal yang baik. Selain pemaparan di atas, Piaget (Hurlock, 1980:163) memaparkan bahwa usia antara lima sampai dengan dua belas tahun konsep anak mengenai moral sudah berubah. Pengertian yang kaku dan keras tentang benar dan salah yang dipelajari dari orang tua, menjadi berubah dan anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral. Misalnya bagi anak usia lima tahun, berbohong selalu buruk. Sedangkan anak yang lebih besar sadar bahwa dalam beberapa situasi, berbohong dibenarkan. Oleh karena itu, berbohong tidak selalu buruk. Selain lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan juga menjadi wahana yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan moral peserta didik. Untuk itu, sekolah diharapkan dapat berfungsi sebagai kawasan yang sejuk untuk melakukan sosialisasi bagi anak-anak dalam pengembangan moral dan segala aspek kepribadiannya. Pelaksanaan pendidikan moral di kelas hendaknya dihubungkan dengan kehidupan yang ada di luar kelas. Dengan demikian, pembinaan perkembangan moral peserta didik sangat penting karena percuma saja jika mendidik anak-anak hanya untuk menjadi orang yang berilmu pengetahuan, tetapi jiwa dan wataknya tidak dibangun dan dibina. 8. Implikasi Perkembangan Spiritual Anak-anak sebenarnya telah memiliki dasar-dasar kemampuan spiritual yang dibawanya sejak lahir. Untuk mengembangkan kemampuan ini, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, untuk melahirkan manusia yang ber-SQ tinggi dibutuhkan pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada perkembangan aspek IQ saja, melainkan EQ dan SQ juga. Zohar dan Marshall (Desmita, 2008:174) pertama kali meneliti secara ilmiah tentang kecerdasan spiritual, yaitu kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yang menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Purwanto (2006:9) mengemukakan bahwa pendidikan yang dilakukan terhadap manusia berbeda dengan “pendidikan” yang dilakukan terhadap binatang. Menurutnya, pendidikan pada manusia tidak terletak pada perkem-bangan biologis saja, yaitu yang berhubungan dengan perkembangan jasmani. Akan tetapi, pendidikan pada manusia harus diperhitungkan pula perkembangan rohaninya. Itulah kelebihan manusia yang diberikan oleh Allah Swt., yaitu dianugerahi fitrah (perasaan dan kemampuan) untuk mengenal penciptanya, yang membedakan antara manusia dengan binatang. Fitrah ini berkaitan dengan aspek spiritual. Berkaitan dengan perkembangan spiritual yang membawa banyak implikasi terhadap pendidikan, diharapkan muncul manusia yang benar-benar utuh dari lembaga-lembaga pendidikan. Untuk itu, pendidikan agama nampaknya harus tetap dipertahankan sebagai bagian penting dari program-program pendidikan yang diberikan di sekolah dasar. Tanpa melalui pendidikan agama, mustahil SQ dapat berkembang baik dalam diri peserta didik. 9. Implikasi Perkembangan Karier Salah satu aspek perkembangan anak usia sekolah dasar yang perlu mendapat perhatian khusus adalah perkembangan karier. Menurut Budiamin, dkk. (2009:154), karier adalah perjalanan hidup individu yang bermakna melalui serangkaian kesuksesan. Disebutkan pula bahwa sesuatu bisa disebut karier jika mengimplikasikan adanya: (1) pendidikan yang diwujudkan dengan keahlian tertentu, (2) keberhasilan, (3) dedikasi atau komitmen, dan (4) kebermaknaan personal dan finansial. Mengenai pengembangan karier pada anak usia SD, Parson (Budiamin, dkk., 2009:154) mengemukakan dua langkah pengambilan keputusan karier. (1) perolehan pemahaman diri, yaitu pemahaman secara jelas tentang sikap, prestasi, kemampuan, minat, nilai-nilai, dan kepribadian. Sejak dini anak usia SD dibimbing untuk memahami hal-hal tersebut. Misalnya, anak usia SD sudah mulai diajak mendiskusikan kelebihan dan kekurangan diri sendiri dilihat dari prestasi belajarnya, diajak mendiskusikan minat-minatnya, dan berbagai hal lain yang terkait dengan ciri-ciri dirinya; (2) memperoleh pengetahuan tentang dunia kerja yang mencakup pengetahuan tentang informasi tipe lapangan kerja. Dalam memfasilitasi perkembangan karier anak usia sekolah dasar, orang tua dan guru hendaknya mengenalkan bidang-bidang karier yang ada, terutama yang dekat dengan lingkungan anak. Jika stimulasi perkembangan karier dilakukan seperti ini, maka yang perlu ditekankan adalah agar anak berpikir dan terdorong agar ingin menjadi orang yang berkarier. Guna menumbuhkan perasaan dan keyakinan mampu berkarya atau berprestasi, sekolah perlu memberi peluang kepada peserta didik untuk meraih sukses dalam pengalaman belajarnya, seperti memberikan alternatif pilihan kegiatan yang memungkinkan anak untuk menunjukkan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya (Depdikbud, 1999:192) http://imamaola.blogspot.com/2012/05/makalah-implikasi-perkembangan-peserta.html